BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan
keanekaragaman budaya, hal ini pun berpengaruh pada Bentuk dan ragam hunian
atau rumah tinggal pada tiap daerah yang berbeda yang karakteristiknya pun menyesuaikan
kebutuhan pemiliknya serta lingkungan masyarakat dan alam sekitar. Karena
itulah banyak sekali ragam Rumah tinggal Adat Tradisional Daerah yang dimiliki
oleh Indonesia.
Akan tetapi dewasa ini kekayaan budaya yang dimiliki
Indonesia semakin berkurang jumlahnya dan terancam kepunahannya, termasuk rumah
Adat Tradisional Daerah. Modernisasi dan Globalisasi yang pesat berkembang saat
ini, kurangnya perhatian masyarakat dan Pemerintah akan pelestarian Rumah Adat
Tradisional, mendorong makin mudahnya bangunan adat tradisional tersingkirkan
oleh bangunan-bangunan masa kini.
Salah satu contohnya yang terjadi adalah pada Rumah Adat
Tradisional Kudus yang saat ini keberadaannya di Kudus sangat sulit ditemukan
dan terancam kepunahannya.
Untuk itu dalam laporan mengenai studi tentang rumah adat
tradisional di Indonesia ini kami memutuskan untuk membahas dan mempelajari
Rumah Adat Tradisional Kudus melalui pengamatan dan survei secara langsung,
yang juga kami harapkan laporan ini dapat menjadi sebuah hasil laporan yang
juga dapat ikut melastarikan keilmuan mengenai rumah adat tradisional di
Indonesia.
1.2
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari pengamatan dari Rumah Adat Tradisional Kudus ini
adalah sebagai berikut
·
Mengamati dan mempelajari secara langsung mengenai karakteristik Rumah Adat
Tradisional Kudus
·
Mempelajari filosofi dan kearifan lokal yang terkandung pada Rumah adat
Tradisional Kudus
·
Mengenali Ragam hias dan bentuk, konstruksi serta ciri khas yang dimiliki
Rumah Adat Tradisional Kudus
Tujuan dari perencanaan
dan perancangan Rumah Tinggal tersebutadalah sebagai berikut :
·
Pelaku Survei dan Pengamatan memahami betul mengenai Rumh Adat
Tradisional Kudus, Baik dari segi konstruksi maupun ragam hiasnya
1.3
Sasaran
Karya tulis ini ditujukan untuk
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Arsitektur Vernakuler serta masyarakat
umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah tradisional
memiliki pengertian sebagai suatu bangunan yang mempunyaistruktur, cara
pembuatan, bentuk, fungsi, dan ragam hiasnya memilki ciri khas tersendiri, yang
diwariskan secara turun - temurun, serta dapat dipakai oleh penduduk daerah
setempat untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya (Said, 2004:
47). Kata ”tradisi”mengandung arti suatu kebiasan yang dilakukan dengan cara
yang sama oleh beberapa generasi tanpa atau sedikit sekali mengalami
perubahan-perubahan1. Dengan kata lain, tradisi berarti suatu kebiasaan
yang sudah menjadi adat dan membudaya. Dengan demikian, istilah ”rumah
tradisional” dapat diartikan sebuah rumah yang dibangun dan digunakan dengan
cara yang sama sejak beberapa generasi. Istilah lain untuk membedakan rumah
tradisonal dengan rumah biasa, adalah rumah adat atau rumah asli atau rumah rakyat (Said, 2004: 48).
Bagi masyarakat
tradisional, rumah dibangun/didirikan, dihuni, dan dipergunakan, bukan sekedar
untuk mewadahi kegiatan fisik belaka, yang hanya mempertimbangkan segi kegunaan
praktis, seperti untuk tidur, bekerja, dan membina keluarga. Bagi mereka rumah
merupakan ungkapan alam khayal dalam wujud nyata yang mewakili alam semesta,
sertaadanya bayangan dan mitos terhadap sesuatu (dewa-dewa) yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan yang mengatur alam ini sudah meliputi alam
pikirannya. Oleh karena itu, membangun sebuah rumah berarti menciptakan
sebuah ”alam kecil” di alam semesta, sehingga dianggap memulai hidup baru
(Said, 2004: 49).
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 Letak Geografis Kota Kudus
Kabupaten Kudus
(bahasa Jawa:
Hanacaraka
; LatinKudus)
adalah sebuah kabupaten
di ProvinsiJawa Tengah.
Ibukota kabupaten
ini adalah Kota Kudus, terletak di
jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang
dan Kota Surabaya.
Kota ini bertempat 51 km dari timur Kota Semarang.
Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati
di timur, KabupatenGrobogan dan Kabupaten Demak
di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus dikenal
sebagai kota penghasil rokokkretek terbesar di Jawa
Tengah. Selain itu Kudus juga dikenal sebagai kota santri. Kota ini adalah
pusat perkembangan agama Islam
pada abad pertengahan. Hal ini dapat dilihat dari beradanya tiga makam wali/sunan, yaitu Sunan Kudus,
Sunan Muria,
dan Sunan Kedu.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah.
Di sebagian wilayah utara terdapat pegunungan (yaitu Gunung Muria),
dengan puncak Gunung Saptorenggo (1.602 m dpl), Gunung Rahtawu (1.522 m
dpl), dan Gunung Argojembangan
(1.410 m dpl). Sungai terbesar adalah Sungai Serang
yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak.
Kudus dibelah oleh Sungai Gelis di bagian
tengah sehingga terdapat istilah Kudus Barat dan Kudus Timur.
Kabupaten
Kudus terdiri atas 9 kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan.
Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kota Kudus.
Kudus adalah kabupaten dengan wilayah terkecil dan jumlah kecamatan paling
sedikit di Jawa Tengah,sehingga seharusnya menjadi Kota bukan Kabupaten.
Kabupaten Kudus terbagi menjadi 3 wilayah pembantu bupati (kawedanan),
yaitu: (1) Kawedanan Kota (Kec. Kota Kudus, Jati dan Undaan). (2) Kawedanan
Cendono (Kec. Bae, Dawe, Gebog dan Kaliwungu). (3) Kawedanan Tenggeles (Kec.
Mejobo dan Jekulo).Rencana kedepan,akan ada kecamatan baru yaitu Kecamatan Kota
Kudus Barat,Kota Kudus Timur dan Kecamatan Muria yang merupakan pemecahan dari
Kecamatan Dawe. Sedangkan untuk Kecamatan Jekulo, akan dipersiapkan sebagai
Ibukota Kabupaten Kudus, untuk Kota Kudus tetap beribukota di Kota Kudus.
Perkembangan
perekonomian di kudus tidak lepas dari pengaruh perindustrian. Beberapa
perusahaan industri besar yang ada di Kudus adalah PT. Djarum (Industri Rokok),
Petra, PR. Sukun
(Industri Rokok), PT. Nojorono, PT. Hartono Istana Teknologi (d/h
Polytron - Industri Elektronik), PT. Pura Barutama (Industri
Kertas & Percetakan). Selain itu Kudus juga memiliki ribuan perusahaan
industri kecil dan menengah.
3.2 Sejarah
Kudus merupakan sebuah kota di
propinsi Jawa Tengah, Indonesia, yang terletak diantara daerah-daerah Jepara,
Demak, Pati dan Purwodadi serta dijalur perjalanan dari Semarang ibukota Jawa
Tengah menuju ke arah Surabaya. Menurut cerita, nama Kudus berasal dari kata
Al-Quds, yang berarti kesucian. Riwayat kota Kudus tidak bisa terlepas dari
nama Sunan Kudus sebagai pendirinya yang merupakan salah satu dari Wali Sanga
penyebar agama Islam di tanah Jawa pada waktu itu. Sebagai peninggalannya,
Kudus memiliki sebuah artefak yang terkenal yaitu Menara Kudus yang berbentuk
seperti candi serta Masjid Menara Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus pada
sekitar tahun 1685 M. Kecuali terkenal sebagai kota wali, karena di wilayah
Kudus juga dikenal adanya Sunan Muria, Kudus juga terkenal sebagai kota kretek
karena banyaknya pengusaha rokok kretek di daerah tersebut serta bisa juga
disebut sebagai kota industri disebabkan oleh berkembang pesatnya industri di
daerah tersebut seperti industri rokok, kertas, cetak-mencetak, kerajinan,
bordir, makanan, dan lain-lain.
Kali Gelis yang mengalir di
tengah-tengah kota Kudus membagi wilayah Kudus menjadi dua bagian sehingga
terdapat dua penyebutan nama untuk dua bagian wilayah tersebut yakni Kudus
Kulon (barat) dan Kudus Wetan (timur). Pada zaman dahulu menurut cerita,
wilayah Kudus Kulon, didiami oleh para pengusaha, pedagang, petani, dan ulama,
sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendekiawan, guru-guru,
bangsawan, dan kaum ningrat. Dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya, secara fisik ternyata wilayah Kudus Kulon yang mayoritas
penduduknya merupakan para pengusaha dan pedagang tampak lebih maju jika
dibandingkan dengan Kudus Wetan.
Dengan peningkatan dalam segi finansial, mereka
membangun rumah-rumah adat yang penuh dengan ukir-ukiran yang membedakannya
dengan rumah-rumah adat sebelumnya. Itulah sebabnya bangunan rumah adat yang
indah-indah yang belakangan disebut sebagai Rumah Adat Kudus hanya terdapat di
wilayah Kudus Kulon. Pada awalnya rumah-rumah adat tersebut hanya dimiliki oleh
pedagang Cina Islam, tetapi kemudian ditiru dan dikembangkan oleh
pedagang-pedagang pribumi yang berhasil. Rumah adat Kudus yang sebagian besar
dibangun sebelum tahun 1810 M, pernah mengalami masa kejayaannya dan menjadi
simbul kemewahan bagi pemiliknya pada waktu itu. Lingkungan wilayah Kudus Kulon
terbentuk dengan ciri keberadaan rumah adat tradisional Kudus tersebut.
Pada kenyataannya, sejarah perkembangan Kudus
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing seperti Hindu, Cina, Persia (Islam)
dan Eropa yang masuk ke kawasan Kudus dalam waktu yang cukup panjang.
Kebudayaan-kebudayaan asing tersebut juga mempengaruhi bidang arsitektur
pembuatan rumah adat di daerah Kudus. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa motif mewarnai ukiran rumah adat Kudus. Diantaranya
motif Cina yang diwujudkan dalam bentuk ular naga, motif Persia atau Islam yang
berupa bunga melati maupun motif khas Kudus yang berupa bunga teratai dan motif
kolonial dalam bentuk sulur-suluran, mahkota, bejana, dan binatang. Semua motif
yang ada itu erat kaitannya dengan pengaruh budaya yang masuk ke Kudus.
Seni ukir Kudus banyak didominasi oleh bunga
teratai untuk memaknai agama Hindu.
Sunan Kudus memperkenalkan seni ukir yang didominasi oleh bunga melati
yang satu sama lain saling berhubungan. Makna melati adalah untuk menggambarkan
bahwa agama Islam yang kala itu masih sedikit pengikutnya adalah seperti melati
yaitu kendati kecil, mampu memberikan keharuman disekitarnya. Melati dibuat
saling berhubungan yang dimaksud adalah agar semua orang disekitarnya dapat
hidup rukun walaupun berbeda agama.
Dalam perkembangan pembuatan Rumah Adat Kudus,
pengaruh unsur-unsur kebudayaan sangat kental memaknai bentuk dan fungsi dari
masing-masing bagiannya
3.3 Karakteristik Rumah Adat Kudus
Rumah adat kudus merupakan salah satu rumah tradisional
yang terbentuk sebagai akibat endapan evolusi kebudayaan manusia yang memiliki
proses akulturasi secara terus-menerus dan terbentuk karena daya cipta manusia
pendukungnya. Hasilnya adalah sebuah arsitektur rumah tinggal yang sangat indah
sarat dengan makna dan filosofi-filosofi kultural yang tidak terdapat di daerah
lain. Konon katanya rumah adat kudus memang merupakan akulturasi dari
kebudayaan hindu-budha dan islam ditambah dengan ukiran-ukiran khas kudus.
Arsitektur rumah tradisional Kudus merupakan salah satu
fariasi rumah tradisional Jawa yang pernah berkembang pesat pada masa kejayaan
perekonomian masyarakat kudus lama. Saat ini kondisi rumah adat ini sangat
memprihatinkan.Kabar terakhir rumah adat yang masih lengkap tinggal satu buah
di Kudus (Kompas 30 Desember 2006). Ratusan rumah adat yang lain telah dijual
ke berbagai kota dan negara karena bagi waris
A.
Bentuk
Bangunan
Kami
melakukan survei pada bangunan Adat Tradisional Kudus di sekeliling museum
kretek, meskipun tataletak penuh bagiannya tidak lengkap dari luar namun
karakteristik dan citi bangunan Rumah Adat Trdaisional dapat kami pelajari disana. Bentuk Rumah Adat Kudus adalah “Joglo-Pencu” yang berpenampilan perkasa
serta anggun.Hal ini melambangkan bentuk fisik
penghuninya yang tampan, gagah serta perkasa. Sedangkan penghuni rumah tersebut
dilambangkan sebagai Sang Sukma, yang menyatu mengisi, merawat, memelihara
serta menjaga rumahnya sendiri dengan sebaik-baiknya.Rumah Joglo pencu yang
tampak menjulang tinggi menggapai langit, melambangkan tingginya kuasa Yang
Maha Agung atas manusia. Oleh karena itu penghuninya harus selalu ingat serta
taqwa terhadap Allah SWT demi keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
a)
Bagian Atas/Atap.
Atap rumah adat dibuat dari
genteng. Sedangkan diatas genteng bertengger gendeng, yang pada umumnya kepala
gendeng bermotif tumbuh-tumbuhan (salur-saluran) sebagai ciri budaya Islam.
Ada beberapa jenis gendeng yaitu
:
a. Gendeng
Wedok (gelung cekak)
b.
Gendeng Gajah (gendeng pendamping dibubungan atap)
c.
Gendeng Raja (gendeng tengah pada bubungan atap)
Pada puncak atap bertengger gendeng raja dengan motif
tumbuh-tumbuhan yang melambangkan bahwa manusia hidup wajjib berlindung dan
memohon perlindungan kepada penguasa (di dunia) dan Allah SWT (di dunia dan
akhirat).
b)
Landasan Fisik
Fisik bangunan Rumah Adat Kudus berdiri
di atas landasan/alas yang terdiri dari 5 (lima) trap diatas permukaan tanah,
yaitu :
1.
Bancik kapisan (trap terbawah).
2.
Bancik kapindho (trap kedua dari bawah).
3.
Bancik ketelu (trap ketiga dari bawah).
4.
Jogan Jogosatru (trap lantai ruang depan).
5.
Jogan Lebet (trap lantai ruang dalam).
Kelima landasan berdirinya lantai rumah, mengarahkan
kepada penghuninya agar taat melaksanakan 5 (lima) rukun Islam, demi
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
. Rumah adat Kudus dibuat dari kayu dengan konstruksi
knock down sehingga memungkinkan dibongkar pasang dan dipindah ke tempat lain
tanpa merusak fisik bangunannya. Peninggalan budaya yang sangat berharga ini
mungkin tidak lama lagi akan hilang tanpa bekas kalau tidak ada perhatian serta
apresiasi terhadapnya. Salah satu cara mengapresiasi adalah dengan mengenal
lebih dalam arsitektur rumah adat kudus. Salah satu bagian yang unik adari
rumah tradisional Kudus adalah konstruksi bangunannya.
KONSEP BANGUNAN TRADISIONAL JAWA Rumah merupakan
manifestasi dari kesatuan makrokosmos dan mikrokosmos serta pandangan hidup masyarakat
Jawa.Pembagian ruangan pada bangunan Jawa didasarkan atas klasifikasi simbolik
yang diantaranya berdasarkan dua dua kategori yang berlawanan atau saling
melengkapi yang oleh Tjahjono (1990) disebut sebagai dualitas (duality).Selain
itu ada pemusatan (centralitas) dalam tata ruang bangunan.Rumah Jawa yang ideal
paling tidak terdiri dari dua atau tiga unit bangunan, yakni pendopo (ruang
untuk pertemuan), pringgitan (ruang untuk pertunjukan) dan dalem (ruang inti
keluarga).Dalem dibedakan menjadi bagian luar yang disebut dengan emperan serta
bagian dalam yang tertutup dinding. Bagian dalam terdiri dari dua bagian (depan
dan belakang) atau tiga bagian (depan, tengah dan belakang). Bagian belakang
terdiri atas sentong kiwo, sentong tengen serta sentong tengah.Orientasi
bangunan adalah arah selatan. Bangunan Tradisional Jawa menurut Dakung (1987)
dibedakan menjadi lima klasifikasi menurut bentuk atapnya, yaitu: atap Panggang
Pe, atap Kampung, atap Limasan,.Atap Joglo dan atap Tajug.Dari klasifikasi tersebut
terdapat hirarki kesempurnaan atau keutamaan dilihat dari kompleksitas
strukturnya, teknik pengerjaannya, jumlah material bangunan, biaya serta tenaga
yang digunakan.Menurut Tjahjono perbedaan bentuk pada rumah Jawa menunjukkan
status social, sedangkan persamaan dalam susunan ruang menandakan adanya
pandangan hidup yang diwujudkan melalui aturan-aturan dalam kehidupan rumah
tangga.
KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL KUDUS Rumah tradisional
kudus bukan merupakan bangunan tunggal tetapi kesatuan dari beberapa bangunan
yang berfungsi untuk tempat tinggal serta tempat melakukan aktifitas
sehari-hari di rumah, termasuk berdagang atau tempat produksi dari industri
rumah tangga. Pola tata bangunan terdiri dari bangunan utama atau dalem,
jogosatru di depan serta pawon di samping. Halaman terletak ditengah tapak,
diseberang halaman terdapat kamar mandi, serta sisir.Regol terletak di samping
halaman.Halaman merupakan unsur yang penting dan selalu ada, halaman mengikat
ruang-ruang di sekitarnya menjadi satu kesatuan rumah.Memisahkan bangunan utama
yang prifat dengan sumur dan sisir yang merupakan daerah serfis.Menjadi
perantara daerah luar dan daerah dalam. Bentuk bangunan tradisional kudus
terdiri dari bagian kepala, badan dan kaki. Bagian kepala bangunan pada
masing-masing unit bangunan berbeda . Dalem beratap joglo tinggi atau biasa
disebut dengan pencu, jogosatru beratap panggang pe (sosoran), Pawon beratap
kampung dengan sosoran dobagian depan atau disebut dengan atap kampung gajah
ngombe. Sosoran ini menggabungkan dalem, pawon dan jogosatru.Kamar mandi
beratap kampung atau panggang pe sedangkan sisir beratap kampung.Regol beratap
kampung atau limasan.Beberapa fariasi bentuk atap dijumpai pada bangunan.Dalem
pada umumnya beratap pencu, namun juga ada yang beratap limasan, kampung atau
kampung dorogepak.Dijumpai pula atap pawon yang menyatu dengan dalem membentuk
atap yang memanjang berbentuk limasan atau kampung.Bagian badan bangunan
ditandai dengan adanya 3 pintu pada jogosatru serta satu pintu pada pawon.Pintu
utama jogosatru terletak di tengah, berupa pintu inep berdaun dua. Dua buah
pintu yang lain mengapit pintu utama, berlapis dua. Pintu dalam berupa gebyog
yang bisa digeser, pintu luar berupa pintu sorong kerawangan setengah
dinding.Pintu pawon rangkap dua sebagaimana pintu pengapit pada jogosatru.
Jendela jarang terdapat pada bagian depan. Kalau ada berupa sepasang jendela
kecil berjeruji pada dinding gebyog.Kaki bangunan berupa pondasi atau bebatur
yang berudak-undak.Peil lantai bangunan terletak cukup tinggi dari tanah, makin
ke dalam makin tinggi.Pada emper terdapat anak tangga untuk mencapai lantai
jogosatru. Struktur rumah tradisional kudus merupakan struktur rangka kayu.
Dibuat sedemikian rupa sehingga setiap bagiannya dapat dibongkar pasang.
Secara umum struktur bangunan dapat dibagi menjadi 3
bagian yakni rangka atap (empyak), kolom (cagak) dan pondasi (bebatur).Batur
atau pondasi mertupakan pondasi menerus dari bahan batu kali, pondasi ini
membentuk peil lantai yang tinggi dan berundak-undak mulai dari jogosatru
sampai ke dalem.Pondasi digunakan sebagai alas perletakan balok kerangka rumah
yang merupakan balok kayu dengan dimensi besar (20X30 yang diletakkan
tidur).Pondasi umpak (pondasi setempat) dari batu bata dipakai pada sko guru,
bentuk umpak tinggi di atas lantai, kadang-kadang ada yang sampai setinggi 2
meter.Lantai pada jogosatru menggunakan ubin atau batu bata sehingga pondasi
lebih dahulu diurug tanah.Pada bagian dalem digunakan lantai papan kayu
(gladagan) dengan kerangka balok-balok kayu.Ruang dibawah geladag dibiarkan
kosong, atau kadang-kadang dimanfaatkan untuk penyimpanan rahasia. Lantai pada
dalem ini mengingatkan akan konstruksi rumah panggung yang merupakan konstruksi
rumah tradisional yang umum di kawasan Asia Tenggara. Konstruksi ini dimaksudkan
untuk mengatasi kondisi alam serta binatang.Daerah Kudus yang dahulunya
merupakan daerah rawa-rawa kemungkinan merupakan sebab rumah-rumah di daerah
ini berlantai panggung untuk mengatasi kelembaban lantai serta banjir. Pada
rumah tradisional kudus konstruksi ini tetap dipertahankan tetapi dengan
menambah pondasi menerus pada keliling bangunan. Dinding dapat dibedakan
menjadi dua, yakni dinding pengisi yang menutup dan membatasi ruang dan rangka
dinding yang menyangga beban dari atap.Penyangga atap yang utama pada
konstruksi rumah beratap joglo adalah soko guru, yakni empat tiang utama yang
menyangga brunjung.Keempat soko guru pada bagian atas dirangkai oleh dua batang
balok.Balok sebelah bawah (sunduk kili) dipasang berdiri, berfungsi untuk
menstabilkan konstruksi.Balok sebelah atas disebut tutup kepuh, dipasang tidur
dan menyangga susunan balok tumpang.Diantara sunduk kili dan tutup kepuh
terdapat ganjal yang disebut santen berbentuk kelopak bunga.Di atas tutup kepuh
terdapat susunan balok yang disebut tumpang.Jumlah balok tumpang selalu ganjil
antara tiga sampai 17 tingkat.Umumnya berjumlah 9 tingkat.Jumlah susunan ini
mencerminkan tingkat kualitas rumah.Semakin tinggi maka rumah dibuat dengan kualitas pembangunan
semakin mewah.Pada ruang jogosatru terdapat tiang tunggal yang disebut soko
geder.Soko ini berfungsi membantu mendukung blandar utama di atas jogosatru,
keberadaan tiang ini lebih mempunyai arti simbolis daripada fungsi
strukturalnya.Tanpa adanya tiang ini blandar utama sudah didukung oleh konsol
dari dua kolom yang mengapit pintu utama dalem. Mengapa balok besar ini bisa
terletak agak ditengah ruang?.Hal ini terjadi karena perluasan ruang
Jogosatru.Ruang yang sebenarnya adalah emperan rumah diperluas dan ditutup
dengan dinding gebyog menjadi ruang tamu.Untuk mendapatkan ruang yang lebih
luas dinding dalem diundurkan dari garis yang seharusnya.Yakni garis dimana
terdapat balok dinding dan tempat jatuhnya jurai.Hal ini dapat dilihat pada
jatuhnya dudur yang tidak pada dinding dalem tetapi maju lebih kurang
1meter.Dudur disangga oleh belandar utama yang melintang sepanjang lebar
bangunan, mulai dari gogosatru sampai ke pawon.Kemiringan atap pada bagian ini
mengantarai kemiringan atap jogosatru yang rendah dengan atap dalem yang lebih
tinggi.Kemiringan atap berjenjang empat ini membentuk atap pencu khas
kudus.Yakni atap joglo dengan empat tahapan kemiringan.Gebyog atau dinding
pengisi dari kayu merupakan konstruksi yang tidak memikul beban.Ada dua macam
dinding kayu pada rumah tradisional kudus.Yang pertama adalah dinding kayu yang
disusun dari elemen panil-panil kayu.Elemen ini terdiri dari bilah kayu panjang
(3X12) yang merupakan rangka pembentuk gebyog serta elemen pengisi dari papan
kayu (2X30).Dua elemen ini dirangkai dengan sambungan pen dan alur.Susunan
panil-panil ini membentuk pola yang khas pada fasade rumah kudus.Gebyog ini
terdapat pada keempat sisi ruang jogosatru. Dinding pengisi yang kedua
merupakan lembaran tipis (seperti multipleks, tebal + 0,8 cm), namun berbeda
dengan multipleks yang tersusun dari lembaran kayu tipis yang direkatkan dengan
lem, dinding tipis ini merupakan potongan kayu yang utuh. Papan tipis ini
dipasangkan secara melengkung dengan dijepit dibagian atas dan bawah dengan dan
dipegang disisi kanan kirinya dengan kolom kecil.Pemasangan panil lengkung
macam ini dimaksudkan agar konstruksi tetap mempunyai kekuatan dan kekakuan
karena bentuknya, walaupun terbuat dari lembaran tipis. Atap joglo pencu pada
rumah tradisional kudus mempunyai bentuk yang agak berbeda dengan joglo biasa.
Pada atap joglo pencu terdapat 3 sampai 4 tingkat kemiringan yang makin ke atas
makin tinggi sehingga tampak menjulang. Tingkatan kemiringan ini dibentuk oleh
posisi dudur dan bladar.Atap paling bawah dibentuk oleh dudur dan blandar
diatas gebyog jogosatru.Kemiringan atap kedua dibentuk oleh dudur yang
menghubungkan belandar dijogosatru dengan belandar diatas gebyog
dalem.Kemiringan ketiga dibentuk oleh dudur yang menghubungkan belandar dalem
dengan balok tumpang sari, dan yang terakhir dibentuk oleh dudur di atas
tumpangsari yang disebut brunjung.
Konstruksi bukaan dinding pada jogosatru sangat unik.
Terdapat 3 macam pintu sebagaimana dikemukakan di depan. Pintu utama berupa
pintu ayun ganda atau biasa disebut dengan pintu kupu tarung, diletakkan di
tengah.Pintu ini berupa pintu kayu massif dengan engsel samping dan dilengkapi
dengan selarak di sisi dalam.Pintu ini merupakan pintu utama rumah, namun pintu
ini hanya dibuka pada saat-saat tertentu ketika ada acara-acara resmi.Kembaran
pintu tengah adalah pada pintu dalem, namun biasanya mendapat sentuhan
ornamentasi yang lebih rumit, terutama pada bingkai atau kosennya.Pintu ke dua
dan ketiga merupakan pintu pengapit dari pintu utama.Di sisi dalam berupa
dinding gebyog yang dapat digeser-geser.Railing kayu dan penggantung terdapat
di sebelah atas pintu.Gebyog ini massif tanpa pelobangan. Bentuknya persis sama
dengan modul dinding gebyog di sebelahnya. Gerendel pintu ada di sisi samping
gebyog.Pada sisi luar gebyog geser ini terdapat pintu geser.Tinggi pintu
setengah dinding (140cm) dan berupa pintu kerawangan. Rangka pintu berupa kayu
papan 3x20 di sisi atas dan bawah, kayu 3x10 di samping yang sekalian menjadi
penggantung. Di bagian tengah berupa trails kayu tegak dengan bilah kayu 2x2
yang dipasang berdiri diagonal. Pintu pengapit ini lebih sering digunakan
sehari-hari.Pada kondisi terbuka ketika sedang menerima tamu atau ada kegiatan
di jogosatru kedua pintu di geser.Ketika tidak ada kegiatan tetapi yang empunya
rumah ada di dalam, pintu sorong yang ditutup sementara gebyog dibiarkan
terbuka.
Rumah tradisional Kudus pada dasarnya adalah Rumah Jawa
dari Tipe Joglo. Tata ruang rumah Kudus sama dengan tata ruang rumah jawa,
terutama pada rumah induk (dalem), demikian juga dengan konstruksi dan
materialnya. Fariasinya lebih terletak pada kekayaan ornamentasi, kehalusan
konstruksi pada elemen bangunannya.Serta penyesuaian ruang dari aktifitas
sehari-hari yang khas pada penduduk Kudus. Kemampuan ekonomi masyarakat Kudus
saat itu memberi kesempatan untuk mengeksplorasi konstruksi lebih lanjut namun
tetap pada tatanan tradisi yang baku. Kehidupan sosial yang agak jauh dari
pengaruh veodal di pedalaman Jawa yang seolah digantikan dengan pengaruh agama
Islam menjadikan masyarakat Kudus mempuyai ciri budaya yang khas.Budaya ini
tercermin pada bentuk rumah tinggalnya. Jogosatru sebagai salah satu contoh
sebenarnya tidak lain merupakan emperan pada rumah jawa yang mengalami
perkembangan bentuk karena kegiatan di dalamnya. Ruang yang tadinya terbuka dan
sempit memanjang didepan dalem kemudian menjadi lebih tertutup dengan adanya
dinding dengan bukaannya, serta lebih lebar dengan menggeser dinding dalem di
sisi dalam.Jogo satru kemudian berkembang menjadi ruang tamu.Pada Jogosatru
inilah sebagian besar aktifitas sosial berlangsung. Adaptasi budaya Jawa yang
tercermin pada bentukan arsitekturnya ini mungkin banyak terjadi pula di
daerah-daerah lain di Jawa, sayang sekali kalau harus hilang tanpa sempat
mempertahankan atau paling tidak mempelajarinya.
C. Tata Ruang
1. Jogo satru, yaitu ruangan
depan yang sekarang difungsikan sebagai ruang tamu. (Fungsi sebenarnya untuk
mencegah dan menangkal satru/musuh yang datang sewaktu-waktu).
Di dalam
ruangan Jogo satru terdapat satu tiang yang disebut Soko Geder. Hal ini
melambangkan Allah itu tunggal dan mengingatkan kepada penghuninya agar selalu
iman dan taqwa kepada Allah SWT.
2. Ruang dalam (inti) berfungsi
sebagai kamar-kamar dan gedongan(kamar utama) yang digunakan untuk
menyimpan benda-benda pusaka, kekayaan dan sebagai kamar tidur kepala
keluarga.
Di ruang dalam
ini terdapat kerangka bangunan yang disangga/ditumpu kokoh oleh 4 buah sokoguru
yang melambangkan “Napsu Patang Prakoro” atau 4 jenis nafsu manusia yaitu
amarah, luamah, sufiah dan mutmainnah.Hal ini mengandung pengertian bahwa
penghuninya harus mampu menguasai dan mengendalikan hawa nafsu tersebut.
Diatas keempat soko guru tersebut terdapat
Pangeret Tumpang Songo (kamuncak berlapis sembilan) yang semakin keatas semakin
mengecil. Selain itu ada yang berpangeret tumpang pitu (tujuh) tumpang lima dan
tumpang telu (tiga) tergantung dengan kemampuan dan kekuatan sosial ekonomi
pemiliknya.
Adapun
nilai-nilai yang terkandung dalam jumlah pangeret tersebut adalah :
a. Pangeret Tumpang Songo,
melambangkan bahwa di tanah Jawa ada Walisongo perlu dijadikan suri tauladan.
b. Pangeret Tumpang Pitu,
melambangkan bahwa kelahiran manusia di dunia itu tidak sendirian, tetapi
bersama kadang pitu yaitu : Mar, Marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih, puser
dan pancer sukma.
Hal ini
diharapkan pemilik rumah mampu menyatukan diri dengan semua kadang pitu guna
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
c. Pangeret Tumpang Lima,
melambangkan 5 kali solat dalam sehari semalam yang merupakan bagian dari 5
rukun islam.
d. Pangeret Tumpang Telu, berarti
setiap manusia wajib memahami bahwa dirinya adalah titah sawantah yang
mengalami 3 kehidupan, yaitu :
1.
Kehidupan di alam arwah/insane hamil.
2.
Kehidupan di alam dunia fana.
3.
Kehidupan di alam akhirat.
Oleh karena itu diharapkan
penghuni rumah dapat membekali dirinya agar kehidupannya di alam akhirat nanti
mendapatkan kebahagiaan disisi Allah SWT.
3. Pawon (ruang
keluarga), digunakan untuk aktifitas keluarga. Misalnya : ruang makan, ruang
bermain anak-anak, dan dapur.
D.
Karakteristik
Ukiran
Seni
ukir di Kudus mulai ketika seorang imigran dari Cina yaitu The Ling Sing tiba
pada abad 15. Beliau datang ke Kudus tidak hanya menyebarkan ajaran Islam
tetapi juga menekuni keahliannya dalam kesenian mengukir. Aliran kesenian ukir
The Ling Sing adalah Sun Ging yang terkenal karena halus dan indahnya.
Dari daerah Kudus inilah beliau banyak menerima murid yang mempelajari agama
maupun seni ukir. Beliau wafat dan dimakamkan di Kudus.
Perbedaan ukiran di Kudus dan Jepara.Seni ukir di
Kudus berkembang pada pembuatan rumah. Ukirannya halus dan indah, bunganya
kecil-kecil dan bisa 2 atau 3 dimensi. Seni ukir di Jepara berkembang pada
peralatan rumah tangga, misalnya almari,tempat tidur, kursi dan lain-lain.
Bentuk ukirannya besar-besar.
Rumah
Adat Kudus (Rumah Ukir) terdiri dari beberapa motif ukiran yang dipengaruhi
dari budaya Cina, Hindu, Islam dan Eropa. Motif dan gaya seni ukir tersebut adalah
:
1. Motif Cina, berupa ukiran naga
yang terletak pada bangku kecil untuk masuk ruang dalam.
2. Motif Hindu, digambarkan dalam
bentuk padupan yang terdapat di gebyok (pembatas antara ruang Jogo Satru dan
ruang dalam).
3. Motif Persia/Islam, digambarkan
dalam bentuk bunga, terdapat pada ruang Jogo Satru.
4. Motif Eropa, digambarkan dalam
bentuk mahkota yang terdapat diatas pintu masuk ke gedongan.
3.4 Aspek Lingkungan dan Alam Sekitar
Konsep dasar perancangan berpegang penyelarasan dengan
alam lingkungan seperti:
a. Bentuk atap selaras dengan bentuk gunung tempat
bersemanyamnya para dewa dan leluhur.
b. Kerangka bangunan tersebut dari bahan bahan
alam,seperti kayu,bambu,alang alang,batu dan tanah .Digunakan secara
jujur,yaitu diungkap dalam karakter,sifat bahan,warna,tekstur sesuai aslinya.
c. Ruang ruang dibuat terbuka,karena mengandung makna
keterbukaan yang berarti terbuka bagi siapun yang datang dan juga sebagai usaha
menyatu dengan alam.
Usaha menyatu dengan alam juga diterapkan melalui
tata hias ruang,berbentuk ukir ukiran dengan tema flora dan fauna yang
didistilasi melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang
berkelanjutan. Adapun keistimewaan rumah kudus terletak pada makna ruang
dan kehidupan social,yang tidak bisa lepas dari suasana kehidupan budaya serta
adat lingkungan.Beberapa aspek dari pengertian lingkungan buatan meliputi
factor factor distansi, gejala gejala alam, social-ekonomi, dan psikologi juga
tidak lepas dari fungsi serta bentuk yang sesuai habitat.Habitat adalah tempat
tinggal yang memberi kehidupan bagi penghuni yang bersangkutan.Konsepsi tentang
alam lingkungan adalah kehendak untuk menyatu dengan sesama dan menyatu dengan
lingkungan alam disekelilingnya.
Dengan kata lain bisa
diungkapkan sebagai ‘relasi’dan ‘ásosiasi’ yang keduanya beritegrasi dalam satu
kesatuan yang berorientasikan pada “Hasta Brata” yaitu kesenangan jasmani, persuasi,kepuasan
rokhani, keteguhan pendidikan, kehormatan, ketrampilan dan semangat. Orientasi
tersebut merupakan pandanagn hidup orang jawa yang diterapkan dalam kehidupan
sehari hari. Oleh karena itu makna rumah mempunyai 2 konotasi,yaitu sebagai okupasi dan akomodasi. Okupasi
menyangkut segi segi yang kuantitatif dan akomodasi mengacu pada segi segi.
3.5 Filosofi Perancangan
Filsafat
hidup manusia dalam rumah adat Kudus mencerminkan betapa dalamnya ilmu, budi
luhur nenek moyang kita yang diwariskan dalam bentuk perlambang/sandi dalam
bangunan yang dihuninya.
Masyarakat kudus memiliki anggapan bahwa rumah
adalah badan atau organ tubuh yang hidup dan memiliki jiwa sedang kegiatan yang
dilakukan didalam rumah ditujuk selaras dengan ajaran ajaran islam.
Contohnya adalah dalam melaksanakan pembangunan
rumah; tata cara atau syarat penempatan bangunan didalam pekarangan serta
penyusunan atau pengorganisasian ruang berpangkal pada konsep agama dan
kepercayaan masa lalu dengan memperhatikan arah angina,arah laut dan
perhitungan nasib angar menentukan bentuk rumah beserta ruang ruang yang
terjadi.Sistem ekonomi dan social.Berbagai peristiwa dalam perjalanan hidup
manusia atau suatu masyarakat ternyata dapat mempengaruhi penciptaan suatu
karya arsitektur,seperti halnya yang terjadi pada rumah rumah dikudus.
Kedatangan bangsa Cina,portugis,Arab,Inggris yang
silih berganti,banyak memberi pengaruh pada kebudayaan asli dan mebentuk
kebudayaan baru.Akan halnya dengan yang terjadi pada rumah tradisional
dikudus,tersirat pengaruh budaya lama yaitu: Hindu & budha yang kemudian
berganti bentuk,tetapi fungsinya disesuaikan dengan kondisi jaman.
Rumah tradisional di kudus dimasa lalu merupakan
hasil karya arsitektur tanpa arsitek,meskipun demikain mampu mencipatakan wadah
untuk menampung perilaku kehidupan penghuni dan tercirikan secara turun
temuerun.Melalui media ruang berhasil memberi kepuasan fisik dan spiritual bagi
penghuni.Perlu kiranya diketahui bahwa bentuk arsitektur sangat beragam jenis
dan coraknya di Indonesia tetapi kesamaannya juga banyak karena sama sama hidup
di daerah tropis.Rumah tradisional dikudus memiliki kesamaan bentuk luar dengan
rumah rumah tradisional lainnya: terutama dari daerah Yogyakarta,Solo,Bagelen
dan Banyumas.Latar belakang,norma norma,adat istiadat,agama,dan pedoman
pelaksanaannya mendasarkan pada perhitungan hari,tanggal,tahun kelahiran dan
kosmologinya,sama seperti yang dilakukan oleh daerah daerah lain di jawa.Bentuk
atap,konstruksi dan fungsi bangunan lebih mengutamakan segi segi kesederhanaan
dan kemudian dalam membongkar pasang (knock down).Pembangunannya dikerjakan
bersama beramai ramai dalam jiwa kegotong royongan oleh seluruh anggota
masyarakat sebagai ciri tradisional.
Proses pembangunan dimulai sesuai petunjuk penjaga
desa,disertai selamatan,qurban dan doa doa oleh seluruh kerabat yang akan
terlibat. Sesepuh memberi petunjuk tentang gejala gejala alam yang terkait
seperti api, angin, tanah, air, udara dan kedudukan naga. Siklus tersebut
dimaksud untuk menjaga keseimbangan hidup rumah tangga kelak. Keseimbangan
mengandung pengertian fisik alamiah sebagai hubungan antara calon penghuni, kekuasaan
alam, manusia dan kehidupan masyarakat. Untuk mencapai keseimbangan tersebut
calon pemilik harus melakukan “tirakat” Yaitu laku pembersihan diri.
Sebagai
kelengkapan pembakuan gaya arsitektur tradisional
rumah adat Kudus ini, perlu sedikit adanya ungkapan nilai - nilai filsafat yang terkandung di dalamnya,
yaitu :
1.
Pakawin
Yang dimaksud dengan pakawin yaitu tempat untuk membersihkan diri baik fisik
maupun rohani. Pakawin tersebut berupa sumur, kamar mandi dan padasan (tempat
wudlu). Biasanya Pakawin terletak di depan rumah sebelah kiri sejajar dengan
pawon.Ini diharapkan agar tiaporang yang datang dari bepergian supaya
membersihkan kaki dan tangan terlebih dahulu di kamar mandi tersebut sebelum
memasuki rumah.
Di
sekeliling Pakawinan biasanya ditanami berbagai tumbuh-tumbuhan sebagai
perlambang kepada manusa, antara lain :
a.
Pohon belimbing : Melambangkan 5
rukun Islam seperti jumlah linger buah belimbing
b.
Pohon puring : Jadilah manusia
agar tidak menjadi gampang sudah menghadapi kesulitan.
c.
Pohon andhong : Manusia supaya
pandai-pandai tanggap situasi guna memperoleh kebahagiaan.
d. Pohon pandan wangi : Melambangkan rezeqi yang harum
seharum pandan yang banyak manfaatnya.
e.
Pohon kembang melati :
Melambangkan keharuman serta kesucian abadi, artinya diharapkan para penghuni
rumah menjadi manusia yang berakhlaq baik dan berbudi luhur.
2.
Menghadap ke arah Selatan
Pada umunya Rumah Adat Kudus selalu menghadap kea rah selatan, karena :
a.
Sinar matahari pagi lebih baik
bisa masuk ke dalam rumah, sehingga kesehatan penghuninya dapat lebih terjamin.
b.
Bila musim kemarau tritisan depan
rumah tidak langsung kena sinar matahari sehingga tetap lindung (adhem).
c.
Supaya penghuninys berumur
panjang dan murah rezeqi.
d.
Nenek moyang kita tetap berpegang
kepada filsafat yang mengharuskan berumah tinggal yang harus membelakangi gunung,dikelilingi persawan / perkebunan
dan menghadap samudra.
3.
Upacara adat dan tradisional dalam rangka mendirikan rumah adat
a.
Upacara selamatan Bukak Tebleg,
yaitu sesaat sebelum penggalian pandemen rumah yang akan dibangun guna
keselamatan pemilik.
b.
Upacara ulih-ulihan, yaitu
selamatan dan tasyakuran setelah rumah sudah jadi dan siap dihuni, dengan
mengundang masyarakat setempat, maka diharapkan keakraban bermasyarakat di
tempat baru akan lestari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Motif - motif ukiran Rumah Adat Kudus terdiri
dari beberapa motif ukiran yang dipengaruhi dari budaya Cina, Hindu,
Islam dan Eropa.
b. Bentuk Rumah Adat Kudus adalah “Joglo-Pencu” yang
berpenampilan perkasa serta anggun.
c. Tata ruang rumah adat Kudus tampak sederhana, dan
terdiri beberapa ruangan, yaitu : Jogo satru, ruang dalam (inti), dan pawon.
d. Nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalam
arsitektur tradisional rumah adat Kudus, yaitu : pakawin, menghadap ke selatan
dan upacara adat tradisional dalam rangka mendirikan rumah adat.
4.2 Saran
Kita harus tetap mampu melestarikan
bangunan-bangunan Adat Tradisional di Indonesia, tremasuh Rumah Adat
Tradisional Kudus yang keberadaannya mulai mengkhawatirkan saat ini. Terutama
nagi kita sebagai mahasiswa, sebagai kaum erpelajar, kita memiliki tanggung
jawab dalam hal ini.
Meskipun hanya dengan mempelajarinya
dengan baik hali tersebut sudah akan bermanfaat beasar dalam pelestarian Rumah
Adat radisional Indonesia sehingga tidak akan hilang dari memmori bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota,_Kudus
http://eprints.undip.ac.id/1768/
http://arnusarc.blogspot.com/2012/07/rumah-tradisional-kudus-arsitektur.html
https://sites.google.com/site/gebyoksenterkudus/project-updates
http://www.slideshare.net/vinaafasa/rumah-tradisional-kudus
LAMPIRAN